Kabar Kinabalu — Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia kembali mengingatkan warga negara Indonesia (WNI) agar tidak tergiur bekerja di Malaysia melalui jalur non-prosedural. Peringatan ini disampaikan menyusul meningkatnya kasus WNI yang ditahan otoritas setempat karena tidak memiliki dokumen kerja resmi.

Kasus Pekerja Non-Prosedural Masih Tinggi
Menurut KBRI Kuala Lumpur, dalam beberapa bulan terakhir masih ditemukan WNI yang masuk ke Malaysia menggunakan visa kunjungan, namun kemudian bekerja secara ilegal di sektor perkebunan, jasa, hingga konstruksi. Banyak dari mereka akhirnya terjaring razia imigrasi.
“Kami menerima laporan hampir setiap minggu. Mayoritas kasus terjadi karena masuk tidak sesuai prosedur dan bekerja tanpa permit,” ujar Dubes RI dalam keterangannya.
Risiko: Penipuan, Eksploitasi, Hingga Penjara
Dubes menekankan bahwa bekerja secara non-prosedural bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membuka peluang terjadinya eksploitasi, penipuan gaji, bahkan tindak perdagangan manusia.
Beberapa WNI dilaporkan tidak menerima upah selama berbulan-bulan atau ditempatkan di lokasi kerja terpencil tanpa akses komunikasi.
“Ketika bekerja ilegal, posisi mereka sangat rentan. Tidak ada perlindungan, tidak bisa mengadukan masalah, dan ancamannya bisa sampai penjara atau deportasi,” tambahnya.
Imbauan Gunakan Jalur Resmi
KBRI mengingatkan bahwa perekrutan pekerja migran Indonesia ke Malaysia sudah memiliki mekanisme resmi yang diatur pemerintah. Calon pekerja diimbau melalui BP3MI dan lembaga penyalur resmi agar mendapatkan kontrak kerja, gaji sesuai standar, dan perlindungan hukum.
“Kami minta masyarakat jangan tergiur janji manis calo atau sponsor. Selalu pastikan keberangkatan tercatat dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia,” tegas Dubes.
KBRI Siap Fasilitasi Layanan
KBRI Kuala Lumpur juga menyediakan layanan bantuan bagi WNI yang menghadapi masalah dokumen, termasuk pendampingan hukum dan repatriasi bagi mereka yang ditahan. Namun, Dubes kembali menegaskan bahwa langkah terbaik adalah mencegah keberangkatan non-prosedural sejak awal.
“Kami selalu siap membantu, tetapi yang paling penting adalah kesadaran untuk berangkat dengan prosedur yang sah,” tutupnya.








