Kabar Kinabalu — Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai potensi penerimaan negara dari sektor ekonomi “bawah tanah” atau shadow economy bisa digenjot signifikan, asalkan pemerintah mampu memperkuat sinergi antarinstansi dan membangun sistem data yang terintegrasi.

Menurutnya, sektor informal yang selama ini belum tersentuh pajak masih menyimpan potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa harus menaikkan tarif pajak yang sudah ada.
Baca Juga : Purbaya Soal Thrifting Baju Bekas: Siapa yang Tolak, Saya Tangkap!
Potensi Besar dari Sektor Informal
Purbaya menjelaskan, ekonomi bawah tanah di Indonesia mencakup berbagai aktivitas ekonomi yang legal tetapi belum tercatat atau belum membayar kewajiban pajaknya secara formal. Sektor ini mencakup pelaku usaha mikro, pedagang daring, hingga sektor jasa informal. Berdasarkan kajian berbagai lembaga, nilai ekonomi bawah tanah di Indonesia ditaksir mencapai 20–25 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kalau bisa ditarik pajak sebagian kecil saja dari aktivitas itu, penerimaan negara bisa melonjak tanpa harus menekan sektor formal yang sudah patuh,” kata Purbaya dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/10/2025).
Ia menegaskan bahwa potensi pajak dari sektor informal bisa menjadi alternatif pembiayaan pembangunan di tengah tekanan fiskal global. Namun, langkah tersebut membutuhkan pendekatan yang tidak sekadar represif, melainkan juga edukatif dan berbasis teknologi.
Kunci di Sinergi dan Digitalisasi Data
Purbaya menilai, kunci utama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dari ekonomi bawah tanah adalah sinergi antarinstansi, terutama antara Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan LPS. Menurutnya, setiap lembaga memiliki basis data ekonomi yang luas, namun belum terintegrasi sepenuhnya.
“Kalau semua lembaga bisa berbagi data dengan sistem yang aman dan transparan, kita bisa memetakan siapa yang sudah membayar pajak dan siapa yang belum. Ini bukan hanya soal pengawasan, tapi juga perencanaan ekonomi yang lebih akurat,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya digitalisasi dan big data analytics untuk mendeteksi transaksi ekonomi yang selama ini tak tercatat. Misalnya, melalui integrasi sistem pembayaran digital, data perbankan, hingga platform e-commerce yang kini makin dominan.
Edukasi dan Insentif Jadi Kunci Kepatuhan
Selain pengawasan, Purbaya menekankan perlunya pendekatan persuasif agar pelaku usaha informal mau masuk ke sistem pajak tanpa merasa terbebani. Pemerintah, katanya, bisa memberikan insentif, kemudahan administrasi, serta jaminan perlindungan usaha bagi mereka yang mulai patuh.
“Pelaku usaha kecil perlu diyakinkan bahwa dengan masuk ke sistem formal, mereka akan mendapatkan manfaat seperti akses kredit, perlindungan hukum, dan peluang pasar yang lebih luas,” ujarnya.
Dengan sinergi data, digitalisasi, dan pendekatan edukatif, Purbaya optimistis ekonomi bawah tanah dapat menjadi sumber penerimaan baru yang berkelanjutan bagi negara.








