Kabar Kinabalu – Pemerintah kembali menegaskan sikap tegas terhadap praktik impor pakaian bekas yang belakangan kembali marak di berbagai daerah. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menekankan bahwa kegiatan thrifting yang mengandalkan pasokan pakaian bekas impor tetap dianggap ilegal, sekalipun para pedagang mengklaim telah membayar pajak atau retribusi tertentu.

Larangan yang Tidak Bisa Ditawar
Dalam pernyataannya, Purbaya menegaskan bahwa aturan mengenai pelanggaran impor pakaian bekas sudah jelas dan tidak membuka ruang kompromi. “Impor baju bekas itu dilarang. Tidak ada alasan pembenar hanya karena membayar pajak. Barang tersebut tetap ilegal dan tidak boleh beredar di Indonesia,” ujarnya dalam sebuah konferensi yang digelar di Jakarta.
Baca Juga : Sepakat dengan Purbaya, Mendag Tegaskan Bayar Pajak Tak Bisa Jadikan Impor Pakaian Bekas Legal
Dampak pada Industri dan Kesehatan
Menurut Purbaya, salah satu alasan utama pemerintah bersikap keras adalah ancaman terhadap sektor industri tekstil lokal yang tengah berjuang memulihkan diri. “Jika pasar dibanjiri produk bekas murah dari luar negeri, pabrik-pabrik tekstil kita bisa kolaps. Dampaknya bisa memicu PHK massal,” tegasnya.
Selain itu, pakaian bekas impor kerap tidak melalui proses sterilisasi yang memadai. Pemerintah menilai ada potensi risiko kesehatan akibat kontaminasi jamur, bakteri, dan zat kimia yang menempel dari proses pengolahan atau penyimpanan jangka panjang.
Pedagang Minta Solusi, Pemerintah Janji Tindak Tegas
Di sisi lain, sejumlah pedagang thrifting sebelumnya menyampaikan keinginan untuk melegalkan aktivitas perdagangan mereka dengan dalih membantu perekonomian rakyat kecil. Namun Purbaya menyebut bahwa legalitas tidak serta-merta diberikan hanya karena sektor tersebut diminati masyarakat.
“Kami memahami ada yang mencari nafkah dari sana, tapi negara ini berjalan dengan aturan. Tidak mungkin sesuatu yang sudah jelas dilarang kemudian dilegalkan hanya karena populer,” kata Purbaya.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah akan terus memperkuat pengawasan di pelabuhan dan jalur perbatasan untuk mencegah masuknya pakaian bekas. Koordinasi lintas lembaga seperti Bea Cukai, Kemendag, dan aparat keamanan, menurutnya, terus ditingkatkan.
Dorongan untuk Beralih ke Produk Lokal
Di akhir pernyataannya, Purbaya mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk mendukung industri tekstil nasional dengan mengutamakan produk lokal. Ia menyebut bahwa kualitas produk dalam negeri kini semakin kompetitif dan mampu bersaing dengan barang impor.
“Mari dukung produk tekstil Indonesia. Jika kita membeli produk lokal, yang kita bantu bukan hanya pedagang, tetapi juga pabrik, pekerja, dan ekonomi nasional,” ucapnya.
Dengan penegasan ini, pemerintah berharap masyarakat memahami bahwa praktik thrifting berbasis impor tetap berada di zona pelanggaran hukum. Upaya menciptakan pasar yang sehat dan industri yang kuat, menurut Purbaya, tidak boleh dikompromikan.








